BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Kematian maternal di Indonesia adalah yang tertinggi di
antara negara di ASEAN lainnya (Marshall 2006). Pada tahun 1999 WHO telah
mengeluarkan panduan “Making Pregnancy
Safer” sebagai prioritas bagi negara untuk menekan jumlah kematian maternal
dan pada tahun 2000, para negara anggota PBB mengadopsi Milenium Development Declaration yang memberi penekanan pada
kesehatan ibu serta kehamilan dan persalinan yang aman dalam perkembangan di
setiap negara. Sasarannya ialah mengurangi angka kematian ibu sebesar 75 %
antara tahun 1990-2015 (Manuaba, 2006).
Kematian
ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga Terlambat),
diantaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan (terlambat mengambil
keputusan), terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga
kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan
emergensi (www.depkes.go.id, diakses : 2012-03-05, 10.30 wib).
Penyebab kematian tertinggi yaitu perdarahan (Widyastuti
2003). Perdarahan pada masa kehamilan dapat terjadi pada kehamilan muda maupun
kehamilan tua. Diperkirakan seperempat dari jumlah semua wanita hamil sedikit
banyak akan mengalami perdarahan melalui vagina dalam masa hamil muda.
Perdarahan yang banyak terjadi diawal kehamilan merupakan salah satu sebab
utama dari kematian ibu. Berdasarkan
SDKI 2007 kesehatan maternal di Indonesia mengalami kemajuan terlihat dari AKI
yang mengalami penurunan dari 307/100.000 KH menjadi 228/100.000 KH (Wilopo,
2010).
Berdasarkan
data profil kesehatan kabupaten/kota pontianak tahun 2010, kasus kematian ibu
maternal adalah sebanyak 117 kasus kematian dengan rincian sebanyak 26 kasus
kematian ibu hamil, 79 kasus kematian ibu pada saat persalinan serta sebanyak 5
kasus kematian ibu nifas. Sehingga jika dihitung Angka Kematian Ibu Maternal
dengan jumlah kelahiran hidup sebanyak 83.871, maka kematian ibu maternal di
provinsi Kalimantan Barat adalah sebesar 139/100.000 kelahiran hidup (Profil Kalbar,
2010).
Kejadian
perdarahan hamil muda 95% disebabkan oleh Abortus, Kehamilan Ektopik, Mola
Hidatidosa, dan lain-lain. Angka kejadian abortus di Indonesia, diperkirakan
sekitar 2-2,5 % juga mengalami keguguran setiap tahun, sehingga secara nyata
dapat menurunkan angka kelahiran menjadi 1,7 pertahunnya (Manuaba, 2001).
Kehamilan
ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum
uteri. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab
kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Kehamilan ektopik paling
sering terjadi di daerah tuba falopi (98%), meskipun begitu kehamilan ektopik
juga dapat terjadi di ovarium (indung telur), rongga abdomen (perut), atau
serviks (leher rahim).
Angka
kejadian kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau
kelahiran hidup telah dilaporkan cenderung mengalami peningkatan dalam beberapa
dekade ini yaitu berkisar antara 2,7 % - 12,9 % (Manuaba, 2008).
Kejadian
Kehamilan Ektopik akan meningkat pada
pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia
ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi. Pada tahun
1980-an, kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan,
terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat. Minimnya
deteksi dini dan pengobatan setelah diketahui adanya kehamilan ektopik menjadi
penyumbang besarnya Angka Kematian Ibu (www.doktersehat.com, diakses :
2012-03-05, 12.15 WIB).
Kehamilan
Ektopik disebabkan oleh banyak faktor, namun diantaranya adalah faktor resiko
terjadinya Kehamilan Ektopik yaitu faktor riwayat kehamilan ektopik sebelumnya,
pengunaan kontrasepsi spiral, dan kerusakan dari saluran tuba. Beberapa faktor
resiko yang dapat menyebabkan gangguan saluran tuba salah satunya yaitu ibu
yang merokok. Kehamilan ektopik pada ibu perokok dapat meningkat sebesar
1,6-3,5 kali dibandingkan wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena
merokok menyebabkan penundaan masa ovulasi, gangguan pergerakan rambut silia di
saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh (Rahmawaty, 2011).
Kehamilan
ektopik bagi seorang ibu atau wanita harus diketahui dan dideteksi secara dini
karena sering kali ibu dengan kehamilan ektopik datang ketempat pelayanan
kesehatan setelah timbul masalah yang lebih besar. Kehamilan Ektopik juga
merupakan penyebab terjadinya infeksi yang juga berpengaruh pada kesehatan
reproduksi wanita (Manuaba, 2008).
Rumah
sakit Antonius merupakan Rumah Sakit Swasta terbesar di Kalimantan Barat dengan
fasilitas yang memadai serta tenaga kesehatan berkualitas diharapkan mampu
mendeteksi dan menangani kasus Kehamilan Ektopik. Berdasarkan survey
pendahuluan yang dilakukan penulis di Rumah Sakit Antonius Kota Pontianak pada
tahun 2011, jumlah ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di
RS.Antonius yaitu 192 orang yang terdiri dari 142 orang yang melakukan
pemeriksaan kehamilan, dan 50 orangnya pasien yang dirujuk.
Perdarahan
Hamil Muda yang diketahui yaitu Abortus, Kehamilan Ektopik, dan Molahidatidosa.
Dari data ibu hamil yang mengalami perdarahan hamil muda diketahui Jumlah ibu
hamil yang mengalami kehamilan ektopik yaitu 24 orang ( 12,5 %). Kehamilan ektopik diambil sebagai salah satu
kejadian perdarahan hamil muda yang diteliti dikarenakan untuk kejadian
kehamilan ektopik di rumah Sakit Antonius termasuk angka kejadian yang banyak
terjadi selain kejadian abortus dan mola hidatidosa. Pada Kehamilan Ektopik ibu
yang melakukan pemeriksaan belum mengetahui dan merasakan gejala dari adanya
kehamilan ektopik, setelah timbulnya trias dari gejala kehamilan ektopik
penanganan baru segera dilakukan sehingga hal ini menyebabkan angka kejadian
kehamilan ektopik menjadi meningkat.
Karena
masih tingginya angka kejadian Kehamilan Ektopik menarik penulis untuk
melakukan penelitian tentang “Gambaran faktor - faktor yang mempengaruhi
kejadian Kehamilan Ektopik Pada
Ibu Hamil Di Rumah Sakit Antonius Pontianak Tahun 2012”
1.2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalah
”Bagaimanakah Gambaran Faktor - faktor yang Mempengaruhi Kejadian Kehamilan
Ektopik di RS.Antonius tahun 2012 ?”.
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk memperoleh Gambaran Faktor - faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Kehamilan Ektopik di RS.Antonius tahun 2012.
1.3.2
Tujuan
Khusus
1. Untuk
mengetahui Gambaran faktor - faktor yang mempengaruhi kejadian Kehamilan
Ektopik di RS.Antonius tahun 2012 berdasarkan :
a. Usia ibu
b. Riwayat KE
sebelumnya
c. Riwayat
penyakit radang panggul
d. Riwayat
infertilitas
e. Riwayat
penggunaan kontrasepsi
f. Kebiasaan ibu
merokok
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1.
Bagi
Tempat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan bagi pihak Rumah Sakit dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan
dan menurunkan angka kejadian kasus ini.
1.4.2.
Bagi
Institusi Pendidikan
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi sehingga
dapat menunjang dalam proses pendidikan di Akademi Kebidanan Panca Bhakti Pontianak.
1.4.3. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat
umum dan ibu hamil khususnya diharapkan dapat memperoleh gambaran informasi
tentang kehamilan ektopik (diluar kandungan) sehingga dapat menambah
pengetahuan ibu tentang faktor resiko atau komplikasi dalam kehamilan dan
persalinan.
1.4.4.
Bagi
Peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan
sarana belajar dalam rangka menambah wawasan, pengetahuan serta pengalaman dan
juga sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap permasalahan tentang
kejadian kehamilan ektopik.
1.5. Relevansi penelitian
Angka Kejadian Kematian
maternal banyak terjadi pada masa kehamilan dimana sebagian berpengaruh kepada
perdarahan hamil muda yaitu abortus, molahidatidosa, kehamilan ektopik. Angka
kehamilan ektopik per tahunnya mengalami peningkatan, terlihat dari data profil
Kalbar 2010 dan dari survey pendahuluan yang dilakukan dirumah sakit
RS.Antonius Pontianak.
Kehamilan ektopik terdiri
dari berbagai faktor yaitu dari usia ibu, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya,
riwayat PRP, pengunaan kontrasepsi, dan kebiasaan ibu merokok. kehamilan
ektopik sendiri juga dapat berdampak pada ibu sehingga menyebabkan salah
satunya yaitu infertilitas. Karena
adanya berbagai faktor kejadian kehamilan ektopik dan adanya peningkatan
menjadikan penelitian ini relevan untuk diteliti di masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kehamilan Ektopik
2.1.1. Definisi
Istilah ektopik berasal dari bahasa inggris, ectopic dengan akar-akar kata dari
bahasa yunani topos yang berarti
tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada diluar tempat yang
semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam
hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut
kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik adalah implantasi dan
pertumbuhan hasil konsepsi diluar endometrium
kavum uteri (Sujiyatini, 2009).
Kehamilan
ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal
selama kehamilan trimester pertama. Kehamilan ektopik paling sering terjadi di
daerah tuba falopi (98%), meskipun begitu kehamilan ektopik juga dapat terjadi
di ovarium (indung telur), rongga abdomen (perut), atau serviks (leher rahim). Kehamilan
ektopik terjadi pada 1 dari 50 kehamilan. Hal yang menyebabkan besarnya angka
kematian ibu akibat kehamilan ektopik adalah kurangnya deteksi dini dan
pengobatan setelah diketahui mengalami kehamilan ektopik (Sarwono, 2006).
Berdasarkan definisi diatas peneliti menyimpulkan bahwa
kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar kavum uteri dan
merupakan penyebab kematian maternal dalam kehamilan pada trimester pertama.
2.1.2. Etiologi ( Manuaba,
2011)
Penyebab
dari kehamilan ektopik ada yang diketahui ada pula yang tidak diketahui. Ada
berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun perlu
diingat bahwa kehamilan ektopik dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko. Faktor
risiko kehamilan ektopik adalah :
a. Usia
Usia
adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan hingga ulang tahun terakhir
(Kamus Bahasa Indonesia, 2007). Usia adalah lamanya seseorang hidup didunia
(Novia, 2005).
Ibu
yang berusia tua dipertimbangkan dapat beresiko tinggi untuk mengalami
komplikasi selama kehamilan khususnya kehamilan ektopik. Semakin banyak wanita yang berusia 35 tahun ke atas
memiliki kecenderungan kehamilan ektopik (Winkjosastro, 2010).
Umur beresiko
pada ibu pada saat kehamilan dan persalinan. Umur < 20 tahun dan 25-35 tahun
dalam kurun waktu reproduksi yang sehat dikenal bahwa umur yang aman untuk
kehamilan. Sedangkan pada umur > 35 tahun sudah beresiko karena alat
reproduksi tidak berfungsi secara sempurna (Manuaba, 2003). Pada umur kehamilan
muda dalam 12 minggu pertama kehamilan, semakin muda umur kehamilan maka
semakin berpotensi untuk terjadi abortus.
Disebabkan villi korialis belum menembus desidua secara mendalam dan palsenta
belum terbentuk secara sempurna (Cunningham,
dkk.2001).
b. Faktor
Riwayat Kehamilan Ektopik sebelumnya
Risiko
paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kejadian sebesar 15% setelah
kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik
kedua.
c. Faktor Riwayat Penyakit Radang Panggul
Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran reproduksi
bagian atas. Penyakit tersebut dapat mempengaruhi endometrium (selaput dalam
rahim), saluran tuba, indung telur, miometrium (otot rahim), parametrium dan
rongga panggul, perlekatan didalam saluran tuba, gangguan pergerakan sel rambut
silia yang dapat terjadi karena infeksi kuman TBC, clamidia, gonore.
Penyakit radang panggul merupakan komplikasi umum dari
Penyakit Menular Seksual (PMS). Saat ini hampir 1 juta wanita mengalami
penyakit radang panggul yang merupakan infeksi serius pada wanita berusia
antara 16-25 tahun. Lebih buruk lagi, dari 4 wanita yang menderita penyakit
ini, 1 wanita akan mengalami komplikasi seperti nyeri perut kronik,
infertilitas (gangguan kesuburan), atau kehamilan abnormal.
Komplikasi Penyakit ini dapat menyebabkan parut pada rahim dan saluran tuba Parut ini mengakibatkan
kerusakan dan menghalangi saluran tuba sehingga menyebabkan infertilitas. Parut
juga dapat menyebabkan sel telur tidak dapat melalui jalan normalnya ke rahim sehingga
dapat terjadi kehamilan ektopik (www.scribd.com Diakses : 2012-06-04, 22.00
wib).
d. Riwayat infertilitas
Infertilitas adalah ketidakmampuan
untuk menjadi hamil pada seorang wanita yang aktif secara seksual dengan tanpa
menggunakan kontrasepsi dalam waktu lebih dari satu tahun. Kondisi infertilitas pada satu pasangan harus
dilihat sebagai masalah bersama antara suami istri, sehingga pemeriksaan
dilakukan pada kedua belah pihak, hal-hal yang sering berkaitan dengan
infertilitas adalah kelainan bentuk organ genital, infeksi panggul, endometriosis pada wanita, olahraga yang
berlebihan, diet yang salah, riwayat operasi ginekologis.
Dari faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya, pada
pasien yang memiliki resiko infertilitas yakni pernah mengalami operasi
ginekologi yakni pengangkatan kista, dimana akibat dari pengangkatan kista
dapat terjadi gangguan fungsi tuba, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
infertilitas ataupun kehamilan ektopik pada pasien. Infertilitas dapat terjadi
50 % pada kehamilan ektopik (www.Lusa.web.id diakses : 2012-06-04, 21.10 wib).
e.
Riwayat Pengunaan Kontrasepsi
Kehamilan
ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan kontrasepsi spiral (3
- 4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan
ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di
saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke
dalam rahim. Menurut dr Irawan Sumantri,SpOG mengatakan alat kontrasepsi dalam
rahim (AKDR) selama ini dianggap sebagai penyebab kehamilan ektopik. Namun,
ternyata hanya AKDR yang mengandung progesteron yang meningkatkan frekuensi
kehamilan ektopik pada ibu hamil.
AKDR
tanpa progesteron tidak meningkatkan risiko kehamilan ektopik, tetapi bila
terjadi kehamilan pada wanita yang menggunakan AKDR besar kemungkinan kehamilan
tersebut adalah kehamilan ektopik.
f.
Kebiasaan Merokok
Merokok
dapat menurunkan kesuburan wanita hingga 50%. Tembakau bisa menyebabkan lendir
leher rahim mengental, mencegah perkembangan sperma, serta menurunkan level
estrogen yang dapat mengurangi kualitas dinding rahim dan membatasi aliran
darah yang diperlukan untuk implantasi telur. Merokok meningkatkan risiko
keguguran hingga 3 kali lipat. Efek lain, pertumbuhan janin juga dapat
terganggu akibat kurangnya pasokan oksigen. Bayi yang dilahirkan juga cenderung
berbobot rendah (kurang dari 200 gram saat lahir). Wanita perokok juga akan
menghasilkan ASI 25% lebih sedikit dibandingkan wanita non-perokok.
Kebiasaan
merokok meningkatkan terjadinya
kehamilan ektopik sebesar 1,6 - 3,5 kali lebih tinggi dibandingkan
wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan
penundaan masa ovulasi (keluarnya telur dari indung telur), gangguan pergerakan
sel rambut silia di saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh.
2.1.3. Klasifikasi Pembagian
Tempat-tempat Kehamilan Ektopik
a. Kehamilan
Tuba
Proses
implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan
halnya di kavum uteri. Karena tuba bukan tempat yang normal bagi kehamilan maka
sebagian besar kehamilan akan terganggu pada umur 6-10 minggu. Kehamilan
ektopik dalam tuba menyebabkan beberapa
kemungkinan mati kemudian diresorbsi, terjadi abortus tuba (65%), perdarahannya
bisa sedikit atau banyak. Hasil konsepsi atau perdarahan bisa keluar kearah
kavum uteri dan dikeluarkan pervaginam, atau dari kavum abdominal sehingga
bertumpuk dibelakang rahim disebut hematoma retrourina atau masa pelvis (pelvic mass).
Terjadi
ruptur tuba (35%) bila robekan kecil maka hasil konsepsi tetap tinggal dalam
tuba, sedangkan dari robekan terjadi perdarahan yang banyak Bila robekan besar
hasil konsepsi keluar dan masuk dalam rongga perut, nasib konsepsinya yaitu :
1. Mati dan bersama darah berkumpul di retrourina
2. Bila janin agak besar dan mati akan menjadi litopedion
dalam rongga perut
3. Janin keluar dari tuba diselubungi kantong amnion dan
plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut dan terjadi
kehamilan abdominal sekunder. Selanjutnya janin dapat
tumbuh besar bahkan sampai aterm.
b. Kehamilan Intramuralis (Intertisial)
Karena
dinding agak tebal, dapat menahan kehamilan sampai 4 bulan atau lebih, kadang
kala sampai aterm. Kalau pecah dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan
keluarnya janin dalam rongga perut.
c. Kehamilan
Isthmus
Dinding
tuba disini lebih tipis, biasanya pada kehamilan 2-3 bulan sudah pecah.
Kehamilan ampula dan fimbria dapat terjadi abortus atau rupture pada kehamilan
1-2 bulan dan nasib hasil konsepsi sama dengan Intertisial perubahan pada
uterus. Hormon-hormon kehamilan akan memberikan reaksi pada uterus seperti pada
kehamilan biasa dan tetap ditemui uterus yang bertambah besar dari biasa,
melunak, suplai darah yang bertambah, dan terbentuknya desidua. Bila hasil
konsepsi dalam tuba mati, maka desidua mengalami degenerasi, terkelupas,
berdarah kemudian keluar pervaginam disebut desidua cast. Bila tidak ada gejala
sering diduga keguguran sehingga dilakukan kuretase.
d. Combined
ectopic pregnancy
Sangat
jarang dijumpai kehamilan ektopik bersama dengan kehamilan intrauterine.
Frekuensinya antar 1 : 10.000 sampai 1 : 30.000 persalinan. Pada umumnya
diagnosis dibuat setelah operasi kehamilan ektopik terganggu. Pada laparotomi
ditemukan selain kehamilan ektopik juga kehamilan intrauterine dan didapati 2
korpus luteum.
e.
Kehamilan Ovarial
Perdarahan
terjadi bukan saja karena pecahnya kehamilan ovarium tetapi juga oleh rupture
kista korpus luteum, torsi dan endometriosis. Gejala-gejalanya sama dengan
kehamilan tuba. Stux membagi kehamilan ini menjadi : Intra Folikular (nidasi
pada folikel), Superfisial (implantasi pada permukaan ovarium), Intertisial (
pada pars interstitialis ovarium). Diagnosisnya ditegakkan atas dasar 4
kriterium dari Spiegelberg yaitu:
1. Tuba pada sisi kehamilan harus normal
2. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
3. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum
ovarii proprium.
4. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding
kantong janin.
f. Kehamilan Abdominal
Menurut cara terjadinya
dibagi menjadi:
1. Primer
Implantasi
terjadi sesudah dibuahi, langsung pada peritonium atau kavum abdominal.
2. Sekunder
Bila
embrio yang masih hidup dari tempat primer, misalnya karena abortus tuba atau
ruptur tuba, tumbuh lagi dalam rongga abdomen. Kehamilan abdominal dapat
mencapai aterm dan anak hidup, hanya sering menjadi cacat tubuh. Biasanya fetus
sudah meninggal sebelum cukup bulan kemudian mengalami degenerasi dan maseasi,
infiltrasi lemak, menjadi lithopedion atau menjadi fetus papyraceus.
g. Kehamilan Servikal
Terdapat
tanda-tanda hamil muda yang jarang berlanjut, biasanya hanya sampai 3-4 bulan kehamilan
sudah terganggu dan terjadi perdarahan pervaginam yang kadang bisa hebat.
h.
Kehamilan Heterotopik
Kehamilan
kembar yang berlainan tempat misalnya IUP dan kehamilan ektopik, tuba kanan dan
kiri, IUP dan kehamilan abdominal.
1.
Etiologi
Bisa
terjadi dari pembuahan, dua ova yaitu bulan ini dari ovarium kanan dan bulan
depan dari ovarium kiri. Dari 1 ovarium keluar 2 ova yaitu bisa dari 2 follikel
de Graff, atau dari 1 follikel de Graff. Dalam satu kali ovulasi serentak
keluar dua ovum dari satu ovarium kanan dan satu dari ovarium kiri.
2.
Prognosis
Bila
diagnosa cepat ditegakkan umumnya baik, disertai dengan persedian darah dan
fasilitas operasi serta narkose. Mortalitas, sekarang kurang dari 1%.
2.1.4. Gejala
Klinik Kehamilan Ektopik
Gejala
klinik kehamilan ektopik bervariasi dari bentuk abortus tuba atau terjadi
ruptur tuba. Mungkin dijumpai rasa nyeri dan gejala hamil muda. Pada
pemeriksaan dalam terdapat pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan tua
kehamilan dan belum dapat diraba kehamilan pada tuba, karena tuba dalam keadaan
lembek. Bila terjadi gangguan kehamilan tuba, gejalanya tergantung pada tua
kehamilan tuba, lamanya kedalam rongga abdomen, jumlah darah yang terdapat
dalam rongga abdomen, dan keadaan umum ibu sebelum kehamilan terjadi. Dengan demikian
trias gejala klinik hamil ektopik terganggu sebagai berikut :
a. Amenorea
Lamanya
amenorea bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa bulan. Dengan amenore
dapat dijumpai tanda hamil muda, yaitu morning
sickness, mual muntah, terjadi perasaan ngidam. Hampir semua ibu hamil yang
di diagnosis kehamilan ektopik akan mengalami gejala Amenorea (Sarwono, 2005).
b. Terjadi
nyeri abdomen
Nyeri
abdomen disebabkan kehamilan tuba yang pecah, rasa nyeri dapat menjalar ke
seluruh abdomen tergantung dari perdarahan didalamnya. Bila rangsangan darah
dalam abdomen mencapai diafragma, dapat terjadi nyeri didaerah bahu. Bila
darahnya membentuk hematokel yaitu
timbunan didaerah kavum Douglas akan
terjadi rasa nyeri dibagian bawah dan saat buang air besar.
c.
Perdarahan
Terjadinya abortus atau ruptur kehamilan tuba terdapat perdarahan ke dalam kavum abdomen dalam jumlah yang
bervariasi. Darah yang tertimbun dalam kavum abdomen tidak berfungsi sehingga
terjadi gangguan dalam sirkulasi umum yang menyebabkan nadi meningkat, tekanan
darah menurun sampai jatuh dalam keadaan syok. Hilangnya darah dari peredaraan
darah umum yang mengakibatkan penderita tampak anemis, daerah ujung ekstremitas
dingin, berkeringat dingin, kesadaran menurun dan pada abdomen terdapat
timbunan darah. Setelah kehamilannya mati, desidua dalam kavum uteri
dikeluarkan dalam bentuk desidua spuria,
seluruhnya dikeluarkan bersama dan dalam bentuk perdarahan hitam seperti
menstruasi (Manuaba,
2009).
2.1.5. Patofisiologi
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik
terhadap ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada
suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai
darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal
ini:
a.
Kemungkinan “tubal
abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal
(fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan
ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya
tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
b.
Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga
peritoneum,sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba.
c.
Faktor abortus ke dalam lumen tuba, ruptur dinding tuba
sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ishmus dan biasanya pada kehamilan
muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma coitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam
hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit
hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian (Sujiyatini, 2009).
2.1.6. Gambaran Klinik
Berdasarkan atas gambaran klinik kehamilan ektopik dibagi
ke dalam dua kelompok yaitu kelompok yang bergejala jelas dan kelompok yang
bergejala samar. Pada kelompok yang bergejala jelas mula-mula yang terlihat
adalah gejala klasik kehamilan muda seperti rasa mual dan pembesaran disertai
rasa agak sakit pada payudara yang didahului dengan keterlambatan haid.
Kemudian secara berurutan datang perasaan tidak enak pada
perut di bagian bawah, keluar bercak darah melalui kemaluan, merasa amat lemah,
dan berakhir dengan rasa amat nyeri seperti tersayat pisau dan berulang-ulang
ketika tuba robek atau pada waktu tuba sedang terancam robek, kemudian terjadi
sinkop dan boleh jadi disertai rasa nyeri pada bahu bila darah dalam rongga peritoneum
cukup banyak yang mengalir ke dalam ruangan antara hati dengan diafragma dan
merangsang nervus phrenicus lalu
terjadilah nyeri yang memancar pada bahu.
Namun demikian semua gejala tersebut dapat bervariasi
oleh karena ciri robekan dan perdarahan yang tidak dapat diramal dan rasa nyeri
di dalam perut, perbedaan lokasi implantasi pada tuba, kecepatan distensi dan
proses robekan yang terjadi pada tuba, dan jumlah darah yang mengalir serta
cepatnya darah keluar berbeda satu dengan lain kasus.
2.1.7.
Diagnosis
( Nugroho,
2010)
a.
Anamnesis
Biasanya
ibu mengeluh amenorhea dan kadang
terdapat gejala subyektif kehamilan, kadang terdapat nyeri perut bagian bawah,
perdarahan biasanya terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.
b.
Pemeriksaan umum
Keadaan umum dan tanda vital dapat baik sampai buruk,
penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan abdominale dapat dijumpai
tanda shock. Cavum douglas yang menonjol menunjukkan adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang naik sehingga menyulitkan
pembedaan dengan infeksi pelvik.
c.
Pemeriksaan ginekologi
Tanda kehamilan mungkin dapat di temukan. Nyeri pada
pergerakan serviks positif, uterus terasa sedikit membesar dan kadang teraba
massa di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
d. Pemeriksaan
penunjang (kuldosentesis, USG, laparoskopi)
Pada pemeriksaan USG terlihat adanya gestational sac di
luar uterus, uterus berukuran normal atau sedikit mengalami pembesaran yang
tidak sesuai dengan umur kehamilan, endometrium menebal echogenik sebagai
akibat reaksi desidua, kavum uteri sering terisi cairan eksudat yang diproduksi
oleh sel desidua yang pada pemeriksaan terlihat sebagai struktur cincin
anecholic yang disebut gestational sac palsu.
Pada pemeriksaan laparoskopi secara sitematis dinilai
keadaan uterus, ovarium, tuba,cavum douglas dan ligamentum latum.
e.
Pemeriksaan laboratorium
Tes
urine HCG positif tapi bisa juga negatif.tes kehamilan bergia jika positif,
tapi hasil tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan adanya kehamilan
ektopik.
f. Diagnosis pasti
Diagnosis pasti hanya dapat di tegakkan dengan
laparotomi. Kita tidak dapat menghindari 100% risiko kehamilan ektopik, namun
kita dapat mengurangi komplikasi yang mengancam nyawa dengan deteksi dini dan
tatalaksana secepat mungkin. Jika kita memiliki riwayat kehamilan ektopik sebelumnya,
maka kerjasama antara dokter dan ibu sebaiknya ditingkatkan untuk mencegah
komplikasi kehamilan ektopik.
Kemungkinan dimasa depan adalah suatu
kewajaran untuk khawatir mengenai masalah kesuburan setelah mengalami kehamilan
ektopik. Seseorang yang mengalami kehamilan ektopik bukan berarti tidak dapat
mengalami kehamilan normal namun berarti seseorang memiliki kemungkinan untuk
mengalami kehamilan ektopik lagi di masa depan.
Apabila saluran tuba ruptur (pecah) akibat kehamilan
ektopik dan diangkat melalui operasi, seorang wanita akan tetap menghasilkan
ovum (sel telur) melalui saluran tuba sebelahnya namun kemungkinan hamil
berkurang sebesar 50%. Apabila salah satu saluran tuba terganggu (contoh karena
perlekatan) maka terdapat kemungkinan saluran tuba yang di sebelahnya mengalami
gangguan juga. Hal ini dapat menurunkan angka kehamilan berikutnya dan
meningkatkan angka kehamilan ektopik selanjutnya. Pada kasus yang berkaitan
dengan pemakaian spiral, tidak ada peningkatan risiko kehamilan ektopik apabila
spiral diangkat.
2.1.8. Penatalaksanaan
Penanganan
pada pasien yang diduga menderita kehamilan ektopik dengan kondisi yang stabil
memerlukan tes kehamilan yang sensitif dan kuantitatif. Sensitivitas dari
pemeriksaan membantu dokter dalam mengeluarkan diagnosis apabila hasil yang
didapat negatif. Ultrasonografi merupakan alat yang bernilai diagnosis tinggi
apalagi dikombinasikan dengan pemeriksaan kasar hCG kuantitatif. Pemeriksaan
serial memberikan para dokter satu alternatif untuk pembedahan ketika diagnosis
tidak dapat ditegakkan secara ultrasonografi dan ketika parameter lainnya
seperti pemeriksaan fisik, kuldosintesis, dan kadar hematokrit, tidak
mengizinkan intervensi segera.
Untuk
kehamilan ektopik yang belum terganggu saat ini dengan adanya tes kehamilan
yang sensitif dan ultrasonografi intravaginal, memungkinkan kita untuk membuat
diagnosis kehamilan ektopik secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya
diagnosis kehamilan ektopik secara dini adalah bahwa penatalaksanaan secara
medisinalis dapat dilakukan. Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntungan
yaitu kurang invasif, menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi,
mempertahankan fungsi fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu
penyembuhan.
Terapi
medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate (MTX).
Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA
dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate
reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas.
Pemberian
MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal dengan panduan USG
atau laparoskopi. Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan.
Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis
hemoragik dan perforasi usus, supresi
sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis,
pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan
dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum
tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid
(leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat
namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic
acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel
tersebut.
Regimen
yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX 50 mg/m2 luas
permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperiksa dulu kadar hCG, fungsi hepar,
kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX kadar
hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka MTX
tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya
negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal
setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat
dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya,
maka diberikan MTX 50 mg/m2 kedua. Stoval dan Ling pada tahun 1993
melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal,
dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi dengan
leucovorin 0,1 mg/kgBB.
Kontraindikasi
pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya penyakit ginjal atau hepar
yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri abdomen, FHB (+) ( Jhon, 2007).
2.2 Kerangka Teori
Kerangka
teori merupakan suatu kerangka pikir atau teori berdasarkan uraian yang ada
ditinjauan pustaka, dimaksudkan untuk memberikan gambaran/ batasan – batasan
tentang teori – teori yang dipakai sebagai Landasan Penelitian yang dilakukan
(Suyanto, 2008).
|
2.3 Kerangka
konsep
Konsep
adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal yang
khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat
langsung diamati melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel
(Notoatmodjo, 2010).
Variabel
Tunggal
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian Kehamilan Ektopik yaitu :
-
Usia ibu
-
Riwayat KE sebelumnya
-
RIwayat PRP
-
Riwayat Infertilitas
-
Riwayat Pengunaan Alat Kontrasepsi
-
Kebiasaan Merokok
BAB
III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang
dilakukan terhadap sekumpulan objek yang biasanya bertujuan untuk melihat
gambaran fenomena (termasuk kesehatan) yang terjadi didalam suatu populasi
tertentu ( Notoatmodjo, 2010).
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan metode pendekatan cross sectional yaitu semua penelitian yang
pengukurannya dilakukan hanya satu kali ( Notoatmodjo, 2010).
3.2.
Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1.
Waktu
Waktu
pelaksanaan dimulai pada bulan Juni sampai dengan juli 2012.
3.2.2.
Tempat Penelitian
Penelitian
dilaksanakan di Rumah Sakit Santo Antonius Pontianak khususnya diruang Rekam
Medik.
3.3
Kerangka Kerja
Gambar 3.1
Kerangka kerja gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian kehamilan ektopik
3.4
Variabel Penelitian
Variabel merupakan sesuatu yang
digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapat oleh
satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2010).
1. Variabel tunggal , yaitu :
a.
Usia ibu
b.
Riwayat KE sebelumnya
c.
Riwayat penyakit radang panggul
d.
Riwayat infertilitas
e.
Riwayat penggunaan kontrasepsi
f.
Kebiasaan ibu merokok
3.5.
Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No
|
Variabel
|
Definisi
Operasional
|
Alat
Ukur
|
Hasil
Ukur
|
Skala
Ukur
|
1
|
Usia Ibu
|
Usia ibu adalah
usia ibu pada saat mengalami kehamilan
|
Rekam Medik
|
0 = <
20 dan >35 tahun
1 = 20-35
tahun
|
Ordinal
|
2
|
Riwayat KE
sebelumnya
|
Kehamilan yang
terjadi diluar endometrium sebelumnya
|
Rekam Medik
|
0 = Ya
1 = tidak
|
Nominal
|
3
|
Penyakit radang
panggul
|
Penyakit yang merupakan komplikasi dari penyakit menular seksual dan
dapat terjadi pada wanita usia reproduktif.
|
Rekam medik
|
0 = Ya
1 = Tidak
|
Nominal
|
4
|
Riwayat
infertilitas
|
Ketidakmampuan untuk menjadi hamil
pada seorang wanita yang aktif secara
seksual dengan tanpa menggunakan kontrasepsi dalam waktu lebih darisatu
tahun.
|
Rekam medik
|
0 = Ya
1 = Tidak
|
Nominal
|
5
|
Faktor pengunaan
kontrasepsi
|
Alat bantu untuk menjarangkan kehamlan
|
Rekam medik
|
0 = Ya
1 = Tidak
|
Nominal
|
6
|
merokok
|
Kebiasaan merokok
yang dilakukan ibu
|
Rekam medik
|
0 = Ya
1 = Tidak
|
Nominal
|
3.6.
Populasi dan Sampel
1.
Populasi
Populasi dalam
penelitian ini adalah jumlah ibu hamil dengan Kehamilan Ektopik yaitu 24 orang
di Rumah Sakit Santo Antonius Pontianak antara bulan Januari sampai dengan Desember
tahun 2011, yang tercatat didalam rekam medik di Rumah Sakit Santo Antonius
Pontianak.
2.
Sampel
Sampel
adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi (Notoadmojo, 2002)
Sampel
yang digunakan adalah total keseluruhan
populasi ibu hamil dengan Kehamilan
Ektopik sebanyak 24 orang yang terjadi di Rumah Sakit Santo Antonius Pontianak
antara bulan Januari sampai
dengan Desember tahun 2011.
3.7.
Pengumpulan Data dan Analisis data
Tehnik
pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini melalui data
sekunder dari catatan medik rawat inap penderita yang dirawat di Rumah Sakit
Santo Antonius Pontianak antara bulan Januari sampai dengan Desember tahun
2011.
Instrumen
pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah daftar
checklist dari catatan medik rawat inap Rumah Sakit Santo Antonius Pontianak
antara bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2011.
3.8.
Tehnik Analisis Data
Pada penelitian ini tehnik analisa data yang digunakan
adalah frekuensi distribusi merupakan strategi pertama untuk mengorganisasi
data secara sistematis dalam bentuk angka-angka mulai dari yang paling rendah
ke paling tinggi, bersamaan dengan perhitungan (persentase) dari angka yang
muncul setiap saat. (Nursalam, 2001). Metode analisa data :
Keterangan :
P = Persentase
X = jumlah variabel
N = jumlah pasien
Setelah
data ditabulasi selanjutnya diidentifikasi untuk memudahkan pemaparan dengan
mengunakan skala sebagai berikut :
0% : Tidak seorang pun dari pasien
1-19% : Sangat sedikit dari pasien
20-39% : Sebagian kecil dari pasien
40-59% : Sebagian dari pasien
60-79% : Sebagian besar dari pasien
80-99% : Hampir seluruh dari pasien
100% : Seluruh pasien.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Gambaran Umum
Rumah
Sakit Santo Antonius adalah Rumah Sakit Swasta yang terletak di jl. K. H. W.
Hasyim no.249 di Kota Madya Pontianak Propinsi Kalimantan Barat. Batas – batas
wilayah lokasi RS. ST.Antonius tersebut adalah sebagai berikut :
-
Sebelah Utara :
Berbatasan dengan pemukiman penduduk
-
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan jln. KHW. Hasyim dan diseberangnya pemukiman
penduduk
-
Sebelah Timur :
Berbatasan dengan pemukiman penduduk
-
Sebelah Barat :
Berbatasan dengan
Rumah
Sakit ini termasuk tipe B dengan luas 21.484 m², luas gedung 11.825 m² dan
mempunyai luas parkiran 11.110 m², bangunan ini terdiri dari 4 blok dan 4
tingkat yang saling dihubungkan dengan lift. Rumah Sakit ini juga melayani
rawat inap dan rawat jalan yang mempunyai kapasitas 320 tempat tidur untuk
rawat inap, yang terdiri dari 16 bangsal yaitu kamar operasi, ruang bedah,
ruang kebidanan, ruang perinatologi, ruang penyakit dalam, ICCU, ICU, dan
sebagainya. Sedangkan fasilitas untuk rawat jalan antara lain UGD, beberapa
poli klinik, laboratorium, apotek dan fasilitas lainnya.
Tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit Santo
Antonius Pontianak antara lain :
a. Dokter tetap :
16 orang
b. Perawat tetap :
270 orang
c. Bidan :
22 orang
d. Tenaga Non medis :
258 orang
e. Tenaga Penunjang :
34 orang
Penulis
melakukan penelitian di Ruang Rekam Medik Rumah Sakit Antonius dimana penulis
meneliti tentang Gambaran
Faktor – faktor Ibu Hamil
dengan Perdarahan Hamil Muda dengan Diagnosis Kehamilan Ektopik.
4.2.
Hasil Penelitian
Setelah
dilakukan penelitian terhadap 24 responden di Rumah Sakit Santo Antonius
Pontianak, didapatkan hasil sebagai berikut :
a. Umur ibu
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Usia di Rumah Sakit Antonius
Kota Pontianak Tahun 2011
Umur Ibu
|
Jumlah
Responden
|
Persentase
(%)
|
<
20 dan > 35 tahun
|
8
|
33
|
20 – 35 tahun
|
16
|
67
|
Jumlah
|
24
|
100
|
Sumber : Data olahan, 2012
Berdasarkan
tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar dari responden yaitu 16 orang
(67%) berusia 20 – 35 tahun.
b. Riwayat
KE sebelumnya
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Riwayat KE sebelumnya di Rumah Sakit Antonius Kota Pontianak Tahun 2011
Riwayat
KE sebelumnya
|
Jumlah
Responden
|
Persentase
(%)
|
Ya
|
7
|
29
|
Tidak
|
17
|
71
|
Jumlah
|
24
|
100
|
Sumber : Data olahan, 2012
Berdasarkan
tabel 4.2 diketahui bahwa sebagian dari responden yang di Diagnosis Kehamilan
Ektopik yaitu sebanyak 17 orang ( 71%) tidak memiliki riwayat KE sebelumnya.
c. Penyakit
Radang Panggul
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Penyakit Radang Panggul di Rumah Sakit Antonius Kota Pontianak Tahun 2011
Penyakit
Radang Panggul
|
Jumlah
Responden
|
Persentase
%)
|
Ya
|
14
|
58
|
Tidak
|
10
|
42
|
Jumlah
|
24
|
100
|
Sumber : Data olahan, 2012
Berdasarkan
tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian dari responden yang di Diagnosis Kehamilan
Ektopik yaitu sebanyak 14 orang (58%) memiliki Penyakit Radang Panggul.
d. Riwayat
Infertilitas
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi
Responden berdasarkan Riwayat Infertilitas di Rumah Sakit Antonius Kota Pontianak Tahun 2011
Riwayat
Infertilitas
|
Jumlah
Responden
|
Persentase
(%)
|
Ya
|
15
|
62
|
Tidak
|
9
|
38
|
Jumlah
|
24
|
100
|
Sumber
: Data olahan, 2012
Berdasarkan
tabel 4.4 diketahui bahwa sebagian dari responden yang di Diagnosis Kehamilan
Ektopik yaitu sebanyak 15 orang (62%) memiliki riwayat infertilitas.
e. Faktor
penggunaan Kontrasepsi
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi
Responden berdasarkan Faktor penggunaan Kontrasepsi di Rumah Sakit Antonius Kota Pontianak Tahun 2011
Faktor penggunaan
Kontrasepsi
|
Jumlah Responden
|
Persentase (%)
|
Ya
|
16
|
67
|
Tidak
|
8
|
33
|
Jumlah
|
24
|
100
|
Sumber : Data
olahan, 2012
Berdasarkan
tabel 4.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar dari responden yaitu yang di
Diagnosis Kehamilan Ektopik yaitu sebanyak 16 orang (67%) menggunakan kontrasepsi.
f. Kebiasaan
Merokok
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Responden
berdasarkan kebiasaan merokok di Rumah Sakit Antonius
Kota Pontianak Tahun 2011
Kebiasaan
merokok
|
Jumlah
Responden
|
Persentase
(%)
|
Ya
|
5
|
21
|
Tidak
|
19
|
79
|
Jumlah
|
24
|
100
|
Sumber : Data olahan, 2012
Berdasarkan
tabel 4.6 diketahui bahwa sebagian dari responden yang di Diagnosis Kehamilan
Ektopik yaitu sebanyak 19 orang (79%) tidak memiliki Kebiasaan Merokok
4.3.
Pembahasan
a.
Umur ibu
Berdasarkan analisa data yang terlihat dari tabel 4.1
menunjukan dari 24 responden dimana seluruh responden sebanyak 16 orang (67%) dengan umur 20 – 35 tahun. Umur adalah variabel yang
selalu diperhatikan, angka – angka kesakitan maupun kematian hampir semua
keadaan menunjukkan hubungan dengan umur. Umur merupakan salah satu faktor
terjadinya perdarahan hamil muda dengan diagnosis kehamilan ektopik
(Notoadmodjo, 2003).
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat dari
(Sarwono, 2005) yang mengatakan bahwa sebagian besar wanita yang mengalami
kehamilan ektopik berumur antara 20 – 35 tahun.
b.
Riwayat KE sebelumnya
Berdasarkan analisa data yang terlihat dari tabel 4.2 menunjukan dari 24 responden dimana seluruh responden
sebanyak 17 orang (71%) tidak memiliki riwayat
Kehamilan Ektopik sebelumnya. Dimana dari 17 orang responden yang dilakukan di
Rumah Sakit Antonius didapat bahwa untuk kehamilan ektopiknya lebih banyak terdapat pada usia reproduksi
dan kehamilan ektopiknya terjadi tidak berdasarkan atas riwayat Kehamilan
Ektopik.
Hal ini tidak sependapat dengan teori (Sarwono, 2005)
yang mengatakan bahwa frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan
berkisar antara 0% - 14,6% yang menunjukan bahwa kemungkinan akibat dari
kehamilan ektopik sebelumnya.
c.
Penyakit Radang Panggul
Berdasarkan analisa data yang terlihat dari tabel 4.3 menunjukan dari 24 responden dimana seluruh responden
sebanyak 14 orang (58%) memiliki Penyakit Radang
Panggul. Penyakit radang panggul merupakan komplikasi dari penyakit menular
seksual (PMS) dan merupakan infeksi serius dimana dapat terjadi pada wanita
usia reproduktif. Dari hasil penelitian
yang dilakukan hal ini menunjukan bahwa penyakit radang panggul menyebabkan
terjadinya parut sehingga sel telur tidak dapat melalui jalan normalnya dan
dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
d.
Riwayat Infertilitas
Berdasarkan analisa data yang terlihat dari tabel 4.4 menunjukan dari 24 responden dimana seluruh responden
sebanyak 15 orang (62%) memiliki riwayat
infertilitas. Infertilitas merupakan ketidak mampuan menjadi hamil pada seorang
wanita yang aktif secara seksual. Infertilitas sering berkaitan dengan infeksi
panggul dan riwayat operasi. Dari penelitian ini menunjukan bahwa riwayat
infertilitas yang terjadi berkaitan dengan usia reproduktif dan kelainan
penyakit radang panggul. Dimana 50% infertilitas dapat terjadi pada kehamilan
ektopik.
e.
Faktor penggunaan Kontrasepsi
Berdasarkan analisa data yang terlihat dari tabel 4.5 menunjukan dari 24 responden dimana seluruh responden
sebanyak 16
orang (67%)
mengunakan kontrasepsi.
Hal ini sesuai dengan pendapat (Sarwono, 2005) yang
mengatakan bahwa banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa faktor predisposisi
untuk kehamilan ektopik membatasi kehamilan dengan kontrasepsi, sehingga jumlah
kelahiran turun dan frekuensi kehamilan ektopik terhadap kelahiran secara
relatif meningkat tetapi tidak mempengaruhi kejadian kehamilan ektopik.
f.
Kebiasaan Merokok
Berdasarkan analisa data yang terlihat dari tabel 4.6 menunjukan dari 24 responden dimana seluruh responden
sebanyak 19 orang (79%) tidak memiliki kebiasaan
merokok.
Hal ini mendukung pendapat (Sujiyatini, 2009) yang
mengatakan Kebiasaan merokok pada ibu hamil cenderung dapat meningkatkan
terjadinya kehamilan ektopik lebih tinggi dibandingkan ibu yang tidak merokok.
Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan penundaan masa ovulasi. Dari
penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Antonius ibu dengan kehamilan ektopik
tidak memiliki kebiasaan merokok serta tidak berpengaruh terhadap kejadian
perdarahan hamil muda dengan kehamilan ektopik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah
dilakukan penelitian terhadap 24 responden mengenai “Gambaran Faktor – faktor
yang Mempengaruhi Kejadian Kehamilan Ektopik pada Ibu Hamil di RS. Antonius
Kota Pontianak Tahun 2012” diperoleh hasil sebagai berikut :
- Sebagian
besar dari responden yaitu 67% berusia 20 – 35 tahun
- Sebagian
dari responden yaitu 71% tidak memiliki riwayat kehamilan ektopik sebelumnya.
- Sebagian
besar dari responden yaitu 58,% memiliki penyakit radang panggul.
- Sebagian
besar dari responden yaitu 62% memiliki riwayat infertilitas
- Sebagian
besar dari responden yaitu 67%
menggunakan kontrasepsi.
- Sebagian
besar dari responden yaitu 79% tidak memiliki kebiasaan merokok.
- Sebagian
besar dari responden yaitu 58% memiliki diagnosis kehamilan ektopik
- Dari
kesimpulan tersebut menunjukan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi
terjadinya perdarahan hamil muda dengan diagnosis Kehamilan Ektopik yaitu usia
ibu dan penggunaan Kontrasepsi.
5.2. Saran
a. Bagi
Tempat Penelitian
Dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya pada ibu hamil yang melakukan
pemeriksaan kehamilan lebih dilakukan pendeteksian dini, melakukan pemeriksaan
tidak hanya secara fisik tetapi lebih kepada pemeriksaan USG untuk mengetahui
perkembangan Janin dan Kesehatan Ibu sehingga kemungkinan Kehamilan Ektopik
dapat diatasi segera.
b. Bagi
Institusi Pendidikan
Dapat
memberikan masukan dan menambah bahan kepustakaan dan referensi dalam pembuatan
Karya Tulis Ilmiah.
c. Bagi
Penelitian Selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti selanjtnya agar melakukan
penelitian yang lebih mendalam lagi tentang faktor – faktor perdarahan hamil
muda dengan kehamilan ektopik bagi ibu hamil.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta
Dinas Kesehatan.2011.
profil kesehatan kota pontianak
FK UNPAD.2005. Obstetri
Patologi: Ilmu Kesehatan Reproduksi. Bandung: EGC.
http://www.depkes.go.id
Diakses 2012. 03.05 : 10.30 WIB
http://www.lusa.web.id/infertilitas/ Diakses: 2012-06-04, 21.10 WIB
http://www.scribd.com/doc/47219667/Penyakit
Radang Panggul Diakses : 2012-06-04, 22.00 WIB
John, Errol. 2007. At a
Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: penerbit Erlangga
Manuaba. 2008. Gawat
Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri-Ginekologi Sosial untuk profesi bidan.
Jakarta : EGC
Nugroho, Taufan.2010.
Buku ajar Obstetri untuk mahasiswa kebidanan. Yogjakarta : nuha Medika
Notoatmojo. 2005.
Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta
__________. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: PT Rineka Cipta
Prawirohardjo, S. 2006.
Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
. 2009. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan m,aternal dan neonatal.
Jakarta: Bina Pustaka
. 2011. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: Bina Pustaka
Rahmawaty, E.N. 2011. Ilmu Praktis Kebidanan.
Surabaya: Victory Inti Cipta.
SDKI. 2007. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia.
BPS. Jakarta
Sujiyatini, Mufdilah,
Hidayat, A. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jogjakarta: Nuha Medika.
Wiknjosastro, Hanifa.
2010. Ilmu bedah Kebidanan. Jakarta: Bina PustakA.