WELCOME.. .. ..

KEMARIN ADALAH TRAGEDI, HARI INI ADALAH REALITY DAN BESOK ADALAH MISTERI


Minggu, 21 Oktober 2012

SECTIO CAESAREA

LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
Dalam Operasi Caesar, ada tujuh lapisan yang diiris pisau bedah, yaitu lapisan kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar rahim, dan rahim. Setelah bayi dikeluarkan, lapisan itu kemudian dijahit lagi satu per satu, sehingga jahitannya berlapis-lapis. Melihat proses diatas, maka dapat disimpulkan bahwa melahirkan dengan operasi tentu memiliki resiko lebih tinggi dibanding melahirkan secara alamiah. Dengan demikian, akan lebih bijak bila dalam mengambil keputusan untuk tindakan operasi, memang berdasarkan indikasi medis dan sudah tidak dapat dilakukan upaya lain.
Jenis – jenis operasi sectio caesarea
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis
 SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
- Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
 Mengeluarkan janin dengan cepat
ü
 Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
ü
 Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
ü
 Kekurangan
ü
 Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
ü
 Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
ü
 SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah
- rahim) Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
 Penjahitan luka lebih mudah
ü
 Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
ü
 Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
ü
 Perdarahan tidak begitu banyak
ü
 Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
ü
Kekurangan :
 Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan
ü uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
 Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
ü

b. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
2. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Sayatan memanjang ( longitudinal )
2. Sayatan melintang ( Transversal )
3. Sayatan huruf T ( T insicion )


B. ETIOLOGI/ PENYEBAB
Pada persalinan normal bayi akan keluar melalui vagina, baik dengan alat maupun dengan kekuatan ibu sendiri. Dalam keadaan patologi kemungkinan dilakukan operasi sectio caesarea.

Faktor-Faktor Penyebab Sectio Caesarea

Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea adalah plasenta previa , panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre eklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak lintang dan letak bokong.
Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal (Kasdu, 2003).
Setiap pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul, dapat menimbulkan distosia pada persalinan. Menurut Wiknjosastro (2002) ada beberapa kesempitan panggul, yaitu :
a. Kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul biasanya dianggap menyempit jika konjugata vera yang merupakan ukuran paling pendek panjangnya kurang dari 10 cm atau jika diameter transversal yang merupakan ukuran paling lebar panjangnya kurang dari 12 cm, proses persalinannya jika kelainan panggul cukup menonjol dan menghalangi masuknya kepala dengan mudah ke dalam pintu atas panggul, proses persalinan akan memanjang dan kerap kali tidak pernah terjadi persalinan spontan yang efektif sehingga membawa akibat yang serius bagi ibu maupun janinnya.
b. Kesempitan panggul tengah
Bidang obstetrik panggul tengah membentang dari margo inferior simfisis pubis, lewat spina iskiadika, dan mengenai sakrum di dekat sambungan tulang vertebra keempat dan kelima. Meskipun definisi kesempitan pintu atas panggul, namun panggul tengah mungkin sempit kalau jumlah diameter interspinarum dan diameter sagitalis posterior pelvis (normalnya 10,5 plus 5 cm atau 15,5 cm) mencapai 13,5 cm atau lebih kurang lagi.
c. Kesempitan pintu bawah panggul
Kesempitan pintu bawah panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dimana distansia tuberculum 8 cm atau lebih kecil lagi. Pintu bawah panggul yang sempit tidak banyak mengakibatkan distosia karena kesempitannya sendiri mengingat keadaan ini sering disertai pula dengan kesempitan panggul tengah.
Dalam kasus CPD, jika kepala janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul pada ibu hamil cukup bulan, akan dilakukan operasi sectio caesarea karena resiko terhadap janin semakin besar kalau persalinan semakin maju (Jones, 2001).
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi (Mochtar, 1998).
Pre-eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada trimester III kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-eklamsi, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 100 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada kedaan istirahat (Wiknjosastro, 2002).
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklamsi. Kenaikan berat badan setengah kilo setiap minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan satu kilo seminggu beberapa kali,hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-eklamsia. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 gram/liter dalam air 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan satu atau dua + atau satu gram per liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat dari pada hipertensi dan kenaikan berat badan karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius (Wiknjosastro, 2002).
Pada penatalaksanaan pre-eklamsia untuk pencegahan awal ialah pemeriksaan antenatal yag teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin, lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Tujuan utama penanganan adalah untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi, hendaknya janin lahir hidup dan trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998).
Menurut (Manuaba, 1998) gejala pre-eklamsi berat dapat diketahui dengan pemeriksaan pada tekanan darah mencapai 160/110 mmHg, oliguria urin kurang 400 cc/24 jam, proteinuria lebih dari 3 gr/liter. Pada keluhan subjektif pasien mengeluh nyeri epigastrium, gangguan penglihatan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan di dapat kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada retina dan trombosit kurang dari 100.000/mm.
Pada ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh koma. Mencegah timbulnya eklamsi jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekali ibu mendapat serangan, maka prognosa akan jauh lebih buruk. Penatalaksanaan eklamsi bertujuan untuk menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan melakukan sectio caesarea yang aman agar mengurangi trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998).
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2001).
Ada dua macam kemungkinan ketuban pecah dini, yaitu premature rupture of membran dan preterm rupture of membrane. Keduanya memiliki gejala yang sama yaitu keluarnya cairan dan tidak ada keluhan sakit. Tanda-tanda khasnya adalah keluarnya cairan mendadak disertai bau yang khas, namun berbeda dengan bau air seni. Alirannya tidak terlalu deras keluar serta tidak disertai rasa mules atau sakit perut. Akan terdeteksi jika si ibu baru merasakan perih dan sakit jika si janin bergerak (Barbara, 2009).
Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama kehamilan. Beberapa faktor resiko dari KPD yaitu polihidramnion, riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaput ketuban, kehamilan kembar, trauma dan infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis (Mochtar, 1998).
Diagnosis ketuban pecah dini didasarkan pada riwayat pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara mendadak atau sedikit demi sedikit pervaginam. Untuk dapat menegakkan diagnosis dapat diambil pemeriksaan inspekulo untuk pengambilan cairan pada forniks posterior, pemeriksaan lakmus yang akan berubah menjadi biru sifat basa, fern tes cairan amnion, pemeriksaan USG untuk mencari Amniotic Fluid Index (AFI), aktifitas janin, pengukur berat badan janin, detak jantung janin, kelainan kongenital atau deformitas. Selain itu untuk membuktikan kebenaran ketuban pecah dengan jalan aspirasi air ketuban untuk dilakukan kultur cairan amnion, pemeriksaan interleukin, alfa fetoprotein, bisa juga dengan cara penyuntikan indigo karmin ke dalam amnion serta melihat dikeluarkannya pervaginam (Manuaba, 2007).
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Pecahnya kantung ketuban pada kehamilan seringkali tidak disadari penyebabnya. Namun, biasanya hal ini terjadi sesudah trauma. Misalnya, setelah terjatuh, perut terbentur sesuatu, atau sesudah senggama. Dengan adanya hal ini dokter akan mempercepat persalinan karena khawatir akan terjadi infeksi pada ibu dan janinnya (Kasdu, 2003).
4. Janin Besar (Makrosomia)
Makrosomia atau janin besar adalah taksiran berat janin diatas 4.000 gram. Di negara berkembang, 5 % bayi memiliki berat badan lebih dari 4.000 gram pada saat lahir dan 0,5 % memiliki berat badan lebih dari 4.500 gram. Ada beberapa faktor ibu yang menyebabkan bayi besar, yaitu ibu dengan diabetes, kehamilan post-term, obesitas pada ibu, dan lain-lain. Untuk mencegah trauma lahir, maka bedah sesar elektif harus ditawarkan pada wanita penderita diabetes dengan taksiran berat janin lebih dari 4500 gram dan pada wanita nondiabetes dengan taksiran berat janin lebih dari 5000 gram (Glance, 2006).
Namun, bisa saja janin dengan ukuran kurang dari 4.000 gram dilahirkan dengan operasi. Dengan berat janin yang diperkirakan sama, tetapi terjadi pada ibu yang berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk panggul ibu yang terlalu sempit, berat badan janin 3 kg sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat lewat jalan lahir. Demikian pula pada posisi sungsang dengan berat janin lebih dari 3,6 kg sudah bisa dianggap besar sehingga perlu dilakukan kelahiran dengan operasi. Keadaan ini yang disebut bayi besar relatif (Kasdu, 2003).
Kelahiran pervaginam untuk bayi makrosomia harus dilakukan dengan sangat terkontrol yaitu dengan akses segera kepada staf anastesi dan tim resusitasi neonatus. Sangat penting untuk menghindari persalinan pervaginam dengan alat bantu dalam keadaan ini (Glance, 2006).
5. Kelainan Letak Janin
Kelainan-kelainan janin menurut Mochtar (1998) antara lain :
a. Kelainan pada letak kepala
1). Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.

2). Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3). Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b. Letak sungsang
Janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di bawah (Mochtar, 1998). Menurut (Sarwono, 1992) letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki.
6. Bayi kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
7. Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas (Dini Kasdu, 2003).
 

C. PATOFISIOLIGI

Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut dengan akibat teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit ) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.


Anatomi fungsional yang dibahas pada kasus post operasi sectio caesarea terdiri dari anatomi dinding perut dan otot dasar panggul.
a. Anatomi dinding perut
Dinding perut dibentuk oleh otot-otot perut dimana disebelah atas dibatasi oleh angulus infrasternalis dan di sebelah bawah dibatasi oleh krista iliaka, sulkus pubikus dan sulkus inguinalis.
Otot-otot dinding perut tersebut terdiri dari otot-otot dinding perut bagian depan, bagian lateral dan bagian belakang.
1) Otot rectus abdominis
Terletak pada permukaan abdomen menutupi linea alba, bagian depan tertutup vagina dan bagian belakang terletak di atas kartilago kostalis 6-8. origo pada permukaan anterior kartilago kostalis 5-7, prosesus xyphoideus dan ligamen xyphoideum. Serabut menuju tuberkulum pubikum dan simpisis ossis pubis. Insertio pada ramus inferior ossis pubis. Fungsi dari otot ini untuk flexi trunk, mengangkat pelvis.
2) Otot piramidalis
Terletak di bagian tengah di atas simpisis ossis pubis, di depan otot rectus abdominis. Origo pada bagian anterior ramus superior ossis pubis dan simpisis ossis pubis. Insertio terletak pada linea alba. Fungsinya untuk meregangkan linea alba.
3) Otot transversus abdominis
Otot ini berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior vagina musculi recti abdominis. Origo pada permukaan kartilago kostalis 7-12. insertio pada fascia lumbo dorsalis, labium internum Krista iliaka, 2/3 lateral ligamen inguinale. Berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior vagina muskuli recti abdominis. Fungsi dari otot ini menekan perut, menegangkan dan menarik dinding perut.

4) Otot obligus eksternus abdominis
Letaknya yaitu pada bagian lateral abdomen tepatnya di sebelah inferior thoraks. Origonya yaitu pada permukaan luas kosta 5-12 dan insertionya pada vagina musculi recti abdominis. Fungsi dari otot ini adalah rotasi thoraks ke sisi yang berlawanan.
5) Otot obligus internus abdominis
Otot ini terletak pada anterior dan lateral abdomen, dan tertutup oleh otot obligus eksternus abdominis. Origo terletak pada permukaan posterior fascia lumbodorsalis, linea intermedia krista iliaka, 2/3 ligamen inguinale insertio pada kartilago kostalis 8-10 untuk serabut ke arah supero medial. Fungsi dari otot ini untuk rotasi thoraks ke sisi yang sama.

b. Otot dasar panggul
Otot dasar panggul terdiri dari diagfragma pelvis dan diagfragma urogenital. Diagfragma pelvis adalah otot dasar panggul bagian dalam yang terdiri dari otot levator ani, otot pubokoksigeus, iliokoksigeus, dan ischiokoksigeus. Sedangkan diafragma urogenetik dibentuk oleh aponeurosis otot transverses perinea profunda dan mabdor spincter ani eksternus. Fungsi dari otot-otot tersebut adalah levator ani untuk menahan rectum dan vagina turun ke bawah, otot spincter ani eksternus diperkuat oleh otot mabdor ani untuk menutup anus dan otot pubokavernosus untuk mengecilkan introitus vagina.

c. patologi
Pada operasi sectio caesarea transperitonial ini terjadi, perlukaan baik pada dinding abdomen (kulit dan otot perut) dan pada dinding uterus. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan dari luka operasi antara lain adalah suplay darah, infeksi dan iritasi. Dengan adanya supply darah yang baik akan berpengaruh terhadap kecepatan proses penyembuhan. Perjalanan proses penyembuhan sebagai berikut :
(1) sewaktu incisi (kulit diiris), maka beberapa sel epitel, sel dermis dan jaringan kulit akan mati. Ruang incisi akan diisi oleh gumpalan darah dalam 24 jam pertama akan mengalami reaksi radang mendadak,
(2) dalam 2-3 hari kemudian, exudat akan mengalami resolusif proliferasi (pelipatgandaan) fibroblast mulai terjadi,
(3) pada hari ke-3-4 gumpalan darah mengalami organisasi,
(4) pada hari ke 5 tensile strength (kekuatan untuk mencegah terbuka kembali luka) mulai timbul, yang dapat mencegah terjadi dehiscence (merekah) luka,
(5) pada hari ke-7-8, epitelisasi terjadi dan luka akan sembuh. Kecepatan epitelisasi adalah 0,5 mm per hari, berjalan dari tepi luka ke arah tengah atau terjadi dari sisa-sisa epitel dalam dermis,
(6) Pada hari ke 14-15, tensile strength hanya 1/5 maksimum,
(7) tensile strength mencapai maksimum dalam 6 minggu. Untuk itu pada seseorang dengan riwayat SC dianjurkan untuk tidak hamil pada satu tahun pertama setelah operasi (Hudaya, 1996).

d. Fisiologi nifas
Perubahan yang terjadi selama masa nifas post sectio caesarea antara lain: (1) Uterus, setelah plasenta dilahirkan, uterus merupakan alat yang keras karena kontraksi dan reaksi otot-ototnya. Fundus uteri ±3 jari di bawah pusat. Ukuran uterus mulai dua hari berikutnya, akan mengecil hingga hari kesepuluh tidak teraba dari luar. Invulsi uterus terjadi karena masing-masing sel menjadi kecil, yang disebabkan oleh proses antitoksis dimana zat protein dinding pecah, diabsorbsi dan dibuang melalui air seni. Sedangkan pada endomentrium menjadi luka dengan permukaan kasar, tidak rata kira-kira sebesar telapak tangan. Luka ini akan mengecil hingga sembuh dengan pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka, mulai dari pinggir dan dasar luka, (2) pembuluh darah uterus yang saat hamil dan membesar akan mengecil kembali karena tidak dipergunakan lagi, (3) dinding perut melonggar dan elastisitasnya berkurang akibat peregangan dalam waktu lama (Rustam M, 1998).

D. MANIFESTASI KLINIK/ TANDA DAN GEJALA
1. Perubahan Fisik
a. Sistem Reproduksi
• Uterus
- Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.
Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.
- Lochea
• Komposisi
Jaringan endometrial, darah dan limfe.
• Tahap
a. Rubra (merah) : 1-3 hari.
b. Serosa (pink kecoklatan)
c. Alba (kuning-putih) : 10-14 hari
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
• Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.
Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.


- Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu tidak menyusui akan kembali ke siklus normal.
- Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi pada bulan ke 3 atau lebih. Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi mungkin tidak terlambat, dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
- Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur internal kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah.
- Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.
- Perineum
• Episiotomi
Penyembuhan dalam 2 minggu.
• Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
b. Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena peningkatan prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui, engorgement akan berkurang dalam 2-3 hari, puting mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil pada 1-2 hari.
c. Sistem Endokrin
- Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam post partum normal setelah siklus menstruasi.
- Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun sampai tidak ada pada ibu tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan pada minggu I post partum.
d. Sistem Kardiovaskuler
- Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum terjadi bradikardi.


- Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
- Perubahan hematologik Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
- Jantung Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
e. Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa kembali setelah 3 minggu post partum.
f. Sistem Gastrointestinal
- Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
- Nafsu makan kembali normal.
- Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
g. Sistem Urinaria
- Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena trauma.
- Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
- Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.


h. Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm, kembali normal 6-8 minggu post partum.
i. Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
j. Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.
 

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa timbul pada sectio caesarea adalah sebagai berikut :
1). Infeksi puerperal yang terdiri dari infeksi ringan dan infeksi berat. Infeksi ringan ditandai dengan kenaikan suhu beberapa hari dalam masa nifas, infeksi yang berat ditandai dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi bisa terjadi sepsis, infeksi ini bisa terjadi karena karena partus lama dan ketuban yang telah pecah terlalu lama,
2). Perdarahan bisa terjadi pada waktu pembedahan cabang-cabang atonia uteria ikut terbuka atau karena atonia uteria,
3). Terjadi komplikasi lain karena luka kandung kencing, embolisme paru dan deep vein trombosis,
4). Terjadi ruptur uteri pada kehamilan berikutnya (Rustam M, 1998).

F. PENATALAKSANAAN MEDIAS
Penatalaksanaan medis
Cairan IV sesuai indikasi.
Anestesia; regional atau general
Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria.
Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
Tanda vital per protokol ruangan pemulihan
Persiapan kulit pembedahan abdomen
Persetujuan ditandatangani.
Pemasangan kateter foley

G. REFERENSI
Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, Edisi 7. Jakarta:EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia
Mochtar, Rustam. 1998. Synopsis Obstetric dan Ginekologi. EGC. Jakarta
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetric. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
http//:www.SC/sectio-caesarea.html
http// : www.SC/LP-Sectio-Caesarea.htm


Asuhan Keperawatan Sektio Caesaria


1. Devisit Volume Cairan b.d Perdarahan

Tujuan: Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan

output baik jumlah maupun kualitas.

Intervensi:

a.Kaji kondisi status hemodinamika.

R/ Pengeluaran cairan akibat operasi yang berlebih merupakan faktor utama masalah.

b.Ukur pengeluaran harian.

R/ Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang selama masa post operasi dan harian.

c.Berikan sejumlah cairan pengganti harian.

R/ Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan masif.

d.Evaluasi status hemodinamika.

R/ Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik.


2. Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi

Tujuan: Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi

Intervensi:

a.Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas.

R/ Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk.

b.Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum.

R/ Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi, tetapi dapat mempengaruhi kondisi luka post operasi dan berkurangnya energi.

c.Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.

R/ Mengistiratkan klien secara optimal.

d.Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien.

R/ Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan.

e.Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas.

R/ Menilai kondisi umum klien.


3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d luka post operasi

Tujuan: Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami.

Intervensi:

a.Kaji kondisi nyeri yang dialami klien.

R/ Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala

maupun dsekripsi.

b.Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya.

R/ Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri.

c.Ajarkan teknik distraksi.

R/ Pengurangan persepsi nyeri.

d.Kolaborasi pemberian analgetika.

R/ Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik.


4. Resiko tinggi Infeksi b.d perdarahan, luka post operasi.

Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan dan luka

operasi.

Intervensi:

a.Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau dari luka operasi.

R/ Perubahan yang terjadi pada dischart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi.

b.Terangkan pada klien pentingnya perawatan luka selama masa post operasi.

R/ Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan luka.

c.Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart.

R/ Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart.

d.Lakukan perawatan luka.

R/ Inkubasi kuman pada area luka dapat menyebabkan infeksi.

e.Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi.

R/ Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi.

Jumat, 05 Oktober 2012

10 Penyakit Mematikan Antar Spesies Yang Dapat Mengakibatkan KLB

Bakteri dan virus yang mematikan bagi suatu spesies dapat berkembang dengan cepat dan menular ke spesies lainnya. Contohnya adalah flu burung. Penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya ini disebut zoonosis. Lebih dari tiga lusin penyakit bisa ditularkan melalui sentuhan langsung dan lebih dari empat lusin lainnya ditularkan lewat gigitan. 

Berikut ini adalah 10 penyakit mematikan yang penularannya terjadi antar spesies dan mengakibatkan kematian dalam jumlah besar. 

1. "Kepiting" dari gorila 

Manusia tertular kutu genital dari gorila sejak 3 juta tahun lalu. Pada tahun 2007, para ahli menyimpulkan penularan kutu yang dikenal dengan nama "kepiting" bukan disebabkan karena tidur bersama gorila melainkan karena tidur di sarang gorila atau memakan gorila. 

2. Virus Manusia yang bunuh simpanse 

Ekoturisme dituding sebagai penyebab menjangkitnya wabah penyakit pernafasan simpanse Afrika. Bukti-bukti kuat menunjukkan bahwa diantara tahun 1999 dan 2006 virus yang ditularkan dari manusia ke simpanse telah membunuh seluruh populasi simpanse di wilayah Afrika Barat. Virus tersebut adalah human respiratory syncytial virus (HRSV) dan human meta pneumovirus (HMPV)

3. Polio, patek, antraks

Ketiga penyakit berbahaya pada manusia ini telah menginfeksi hewan primata. Menurut Fabian Leendertz, ahli epidemiologi alam liar di Robert Koch-Institute, simpanse di Taman Nasional Gombe Steram di Tanzania diduga telah terinfeksi polio dari manusia.

Leendertz juga menambahkan, gorila pun terinfeksi patek dari manusia, penyakit yang berhubungan dengan sipilis namun tidak ditularkan melalui hubungan seksual. Wabah antraks yang diduga berasal dari hewan ternak yang digembalakan manusia juga pernah membunuh simpanse di Afrika Barat.

4. Ebola

Virus yang awalnya menginfeksi gorila dan simpanse ini kemudian menyebar ke manusia yang mengkonsumsi hewan terinfeksi. Sekarang penyakit ini bisa menular dari manusia-ke-manusia melalui kontak cairan tubuh atau darah dengan orang yang terinfeksi. Pada pertengahan tahun 70-an wabah ebola telah membunuh ratusan orang di benua Afrika dan puluhan orang di dunia.

5. Kucing besar juga sakit maag

Singa, cheetah, dan harimau mendapatkan bakteri Helicobacter pylori, bakteri yang menyebabkan penyakit maag, ketika dulu mereka memangsa manusia purba. Penyakit ini masih dapat ditemukan pada kucing besar hingga saat ini.

6. Parasit perusak otak

Diperkirakan lebih dari separuh populasi manusia terinfeksi parasit Toxoplasma gondii di otaknya. Parasit ini disebut-sebut bisa meningkatkan risiko neurotisisme dan menjadi pemicu skizofrenia. Inang utama parasit ini adalah kucing, tempat mikroba bereproduksi. Kucing yang dibiarkan liar akan lebih mudah terkena penyakit ini. Penularan toksoplasma ke manusia biasanya terjadi melalui kotoran kucing.

7. HIV/AIDS

HIV, virus penyebab AIDS, berasal dari simpanse dan primata lainnya dan diperkirakan menginfeksi manusia pertama kali satu abad lalu. Virus ini merusak kekebalan tubuh manusia dan membuka pintu bagi penyebab infeksi mematikan atau kanker. Pada akhir tahun 2007 diperkirakan 33 juta orang mengidap HIV, termasuk sekira 2,7 juta kasus baru di tahun yang sama dan sekitar 2 juta penderita -- termasuk 270 ribu anak-anak -- meninggal selama tahun itu. Sebanyak dua pertiga infeksi HIV terjadi di Sub-Sahara Afrika.

8. Gigitan yang mematikan 

Penyakit zoonosis yang disebabkan gigitan binatang terus meningkat dan membunuh ratusan ribu orang setiap tahunnya. Nyamuk menjadi penyebab utama dengan malaria berada di urutan pertama karena telah menginfeksi lebih dari 350 juta orang setiap tahun serta menewaskan lebih dari 1 juta di antaranya. Sebagian besar korban malaria ini adalah anak-anak di selatan Gurun Sahara. Sebanyak 50 juta orang per tahunnya terinfeksi demam akibat gigitan nyamuk, 500 ribu di antaranya dirawat di rumah sakit dan 2,5% penderita meninggal dunia. 

9. Wabah pes 

Dampaknya yang sangat masif sempat melumpuhkan peradaban dunia. Peristiwa ini dikenal dengan nama Black Death yang juga dikenal dengan wabah pes. 

Wabah itu disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis yang dibawa oleh tikus dan kucing. Namun bakteri ini menjadi sangat mematikan ketika menular kepada sesama manusia, seperti yang terjadi pada tahun 1300-an. Gejalanya berupa demam, menggigil, lemah, dan pembengkakan kelenjar getah bening yang amat menyakitkan. Bahkan hingga saat ini, penderita yang tidak mendapat perawatan bisa menemui ajal. 

10. Wabah influenza 

Wabah flu burung dan flu babi beberapa tahun lalu belum seberapa dibandingkan peristiwa terjadinya pandemi influenza di tahun 1918. Sebanyak seperlima populasi dunia terinfeksi dan diperkirakan 50 juta orang meninggal disebabkan wabah yang menyapu dunia dalam hitungan bulan itu. Angka kematian tersebut adalah yang tertinggi dalam sejarah penyebaran penyakit dalam jangka waktu singkat. (Sumber: Live Scienc

Sumber :Dosen Laurensius Daniel A,SKM,M.Si